BAB II
PEMBAHASAN
I. DEFENISI PEMBELAJARAN
Pembelajaran adalah upaya menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat dan kebutuhan siswa yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa.(Suyitno, 2004:2)
II. DEFENISI PEMBELAJARAN KOOPERATIF
Pembelajaran kooperatif atau Cooperative learning adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis, dimana pembelajaran itu mencakup suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesakan suatu tugas, atau untuk mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya.
Bukanlah cooperative learning jika siswa duduk bersama dalam kelompok-kelompok kecil dan mempersilahkan salah seorang diantaranya untuk menyelesaikan pekerjaan seluruh kelompok. Menurut Suherman dkk (2003:260) cooperative learning menekankan pada kehadiran teman sebaya yang berinteraksi antar sesamanya sebagai sebuah tim dalam menyelesaikan atau membahas suatu masalah atau tugas.
Menurut Slavin (1997), pembelajaran kooperatif, merupakan metode pembelajaran dengan siswa bekerja dalam kelompok yang memiliki kemampuan heterogen. Pembelajaran kooperatif atau cooperative learning mengacu pada metode pengajaran, siswa bekerja bersama dalam kelompok kecil saling membantu dalam belajar (Nur dan Wikandari, 2000:25). Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidaktidaknya tiga tujuan penting pembelajaran, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial (Ibrahim, dkk, 2000:7). Pendapat setara menyebutkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat digunakan untuk mengajarkan materi yang agak kompleks, membantu mencapai tujuan pembelajaran yang berdimensi sosial, dan hubungan antara manusia. Belajar secara kooperatif dikembangkan berdasarkan teori belajar kognitif-konstruktivis dan teori belajar sosial (Kardi dan Nur, 2000:15).
III. UNSUR UNSUR DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF
Menurut Suherman dkk (2003:260) ada beberapa hal yang perlu dipenuhi dalam kooperative learning agar lebih menjamin para siswa bekerja secara kooperatif, hal tersebut meliputi:
a. Para siswa yang tergabung dalam suatu kelompok harus merasa bahwa mereka adalah bagian dari sebuah tim dan mempunyai tujuan bersama yang harus dicapai.
b. Para siswa yang tergabung dalam sebuah kelompok harus menyadari bahwa masalah yang mereka hadapi adalah masalah kelompok dan bahwa berhasil atau tidaknya kelompok itu akan menjadi tanggung jawab bersama oleh seluruh anggota kelompok itu.
c. Untuk mencapai hasil yang maksimum, para siswa yang tergabung dalam kelompok itu harus berbicara satu sama lain dalam mendiskusikan masalah yang dihadapinya.
IV. CIRI-CIRI PEMBELAJARAN KOOPERATIF
Ciri-ciri Pembelajaran kooperatif Menurut Arends (1997: 111), pembelajaran yang menggunakan model kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya.
b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.
c. Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin berbeda-beda.
d. Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu.
V. TUJUAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF
Tujuan Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidaktidaknya tiga tujuan pembelajaran yang disarikan dalam Ibrahim, dkk (2000:7-8) sebagai berikut:
a. Hasil belajar akademik
Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Banyak ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep yang sulit. Model struktur penghargaan kooperatif juga telah dapat meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar.
b. Penerimaan terhadap perbedaan individu
Efek penting yang kedua adalah penerimaan yang luas terhadap orang yang berbeda menurut ras, budaya, kelas sosial, kemampuan dan ketidakmampuan. Pembelajaran kooperatif memberikan peluang kepada siswa yang berbeda latarbelakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif, belajar untuk menghargai satu sama lain.
c. Pengembangan keterampilan social
Model pembelajaran kooperatif bertujuan mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerjasama dan kolaborasi. . Keterampilan ini penting karena banyak anak muda dan orang dewasa masih kurang dalam keterampilan social
VI. ELEMEN-ELEMEN PEMBELAJARAN KOOPERATIF
Pembelajaran yang dilaksanakan secara berkelompok belum tentu mencerminkan pembelajaran kooperatif. Secara teknis memang tampak proses belajar bersama, namun terkadang hanya merupakan belajar yang dilakukan secara bersama dalam waktu yang sama, namun tidak mencerminkan kerjasama antar anggota kelompok. Untuk itu agar benar-benar mencerminkan pembelajaran kooperatif, maka perlu diperhatikan elemen-elemen pembelajaran kooperatif sebagai berikut (Jonson and Smith,1991; Anita Lie, 2004):
a. Saling ketergantungan Positif
Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Contohnya, Wartawan mencari dan menulis berita, redaksi mengedit, dan tukang ketik mengetik tulisan tersebut. Rantai kerja sama ini berlanjut terus sampai dengan mereka yang di bagian percetakan dan loper surat kabar. Semua orang ini bekerja demi tercapainya satu tujuan yang sama, yaitu terbitnya sebuah surat kabar dan sampainya surat kabar tersebut di tangan pembaca. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka.
b. Tanggung jawab perseorangan
Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur yang pertama. Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran Cooperative Learning, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Kunci keberhasilan metode kerja kelompok adalah persiapan guru dalam penyusunan tugasnya. Pengajar yang efektif dalam model pembelajaran Cooperative Learning membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan.
c. Tatap Muka
Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Hasil pemikiran beberapa kepala akan lebih kaya daripada hasil pemikiran dari satu kepala saja. Lebih jauh lagi, hasil kerja sama ini jauh lebih besar daripada jumlah hasil masing-masing anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, meman- faatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing. Setiap anggota kelompok mempunyai latar belakang pengalaman, keluarga, don sosial-ekonomi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan ini akan menjadi modal utama dalam proses saling memperkaya antaranggota kelompok. Sinergi tidak didapatkan begitu saja dalam sekejap, tetapi merupakan proses kelompok yang cukup ponjang. Para anggota kelompok perlu diberi kesempatan untuk saling mengenal dan menerima satu sama lain dalam kegiatan tatap muka don interaksi pribadi.
d. Komunikasi antar anggota
Unsur ini juga menghendaki agar para pembelaiar dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi. Sebelum menugaskan siswa dalam kelompok, pengajar perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi. Tidak setiap siswa mempunyai keahlian mendengarkan don berbicara. Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaon para anggotanya untuk saling mendengarkan don kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. Ada kalanya pembelajar perlu diberi tahu secara eksplisit mengenai cara-cara berkomunikasi secara efektif seperti bagaimana caranya menyanggah pendapat orang lain tanpa harus menyinggung perasaan orang tersebut. Masih banyak orang yang kurang sensitif dan kurang bijaksana dalam menyatakan pendapat mereka. Tidak ada salahnya mengajar siswa beberapa ungkapan positif atau sanggahan dalam ungkapan yang lebih halus. Sebagai contoh, ungkapan "Pendapat Anda itu agak berbeda dan unik. Tolong jelaskan lagi alasan Anda," akan lebih bijaksana daripada mengatakan, "Pendapat Ando itu aneh don tidak masuk akal." Contoh lain, tanggapan "Hm... menarik sekali kamu bisa memberi jawaban itu. Tapi jawabanku agak berbeda...." akan lebih menghargai orang lain daripada vonis seperti, "Jawabanmu itu salah. Harusnya begini." Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok ini jugs merupakan proses panjang. Pembelajar tidak bisa diharapkan langsung menjadi komunikator yang handal dalam waktu sekejap. Namun, proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar serta membina perkembangan mental emosional para siswa.
e. Evaluasi
Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif. Waktu evaluasi ini tidak perlu diadakan setiap kali ada kerja kelompok, tetapi bisa diadakan selang beberapa waktu setelah beberapa kali pembelaiar terlibat dalam kegiatan pembelajaran CooperativeLearn ing.
VII. LANGKAH PEMBELAJARAN KOOPERATIF
Fase | Tingkah laku guru |
Fase 1 | Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar. |
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa | |
Fase 2 | Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan. |
Menyajikan informasi | |
Fase 3 | Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu kelompok agar melakukan transisi secara efisien. |
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok | |
Fase 4 | Guru membimbing kelompokkelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka. |
Membimbing kelompok bekerja dan belajar | |
Fase 5 | Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil belajarnya. |
Evaluasi | |
Fase 6 | Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu maupun kelompok. |
Memberikan penghargaan |
VIII.PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TERHADAP KEMAMPUAN AKADEMIK
Satu aspek penting pembelajaran kooperatif ialah bahwa di samping pembelajaran kooperatif membantu mengembangkan tingkah laku kooperatif dan hubungan yang lebih baik di antara siswa, pembelajaran kooperatif secara bersamaan membantu siswa dalam pembelajaran akademis mereka. Dalam penelitian Slavin, hasil-hasil penelitian menunjukkan teknik-teknik pembelajaran kooperatif lebih unggul dalam meningkatkan hasil belajar dibandingkan dengan pengalaman-pengalaman belajar individual atau kompetitif. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa dalam "setting" kelas kooperatif, siswa lebih banyak belajar dari teman ke teman yang lain di antara sesama siswa dari pada belajar dari guru. Hasil lain penelitian juga menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang amat positif untuk siswa yang rendah hasil belajarnya. Manfaat pembelajaran kooperatif bagi siswa dengan hasil belajar yang rendah, antara lain (Ibrahim dkk, 2000:18) seperti berikut ini:
1. Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas.
2. Rasa harga diri menjadi lebih tinggi.
3. Memperbaiki sikap terhadap IPA dan sekolah.
4. Memperbaiki kehadiran.
5. Angka putus sekolah menjadi rendah.
6. Penerimaan terhadap perbedaan individu menjadi lebih besar.
7. Perilaku menggangu menjadi lebih kecil.
8. Konflik antar pribadi berkurang.
9. Sikap apatis berkurang.
10. Pemahaman yang lebih mendalam.
11. Motivasi lebih besar.
12. Hasil belajar lebih tinggi.
13. Retensi lebih lama.
14. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi.
IX. TIPE-TIPE PEMBELAJARAN KOOPERATIF
Pendekatan dalam Pembelajaran Kooperatif
Walaupun prinsip dasar pembelajaran kooperatif tidak berubah, terdapat beberapa variasi dari model tersebut. Ada empat pendekatan pembelajaran kooperatif (Arends, 2001). Di sini akan diuraikan masing-masing pendekatan tersebut.
1. Student Teams Achievement Division (STAD)
STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin dan merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Guru yang menggunakan STAD, juga mengacu kepada belajar kelompok siswa, menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu menggunakan presentasi verbal atau teks. Siswa dalam suatu kelas tertentu dipecah menjadi kelompok dengan anggota 4-5 orang, setiap kelompok haruslah heterogen, terdiri dari laki-laki dan perempuan, berasal dari berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajarannya dan kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran melalui tutorial, kuis, satu sama lain dan atau melakukan diskusi. Secara individual setiap minggu atau setiap dua minggu siswa diberi kuis. Kuis itu diskor, dan tiap individu diberi skor perkembangan. Skor perkembangan ini tidak berdasarkan pada skor mutlak siswa, tetapi berdasarkan pada seberapa jauh skor itu melampaui rata-rata skor yang lalu.
Setiap minggu pada suatu lembar penilaian singkat atau dengan cara lain, diumumkan tim-tim dengan skor tertinggi, siswa yang mencapai skor perkembangan tinggi, atau siswa yang mencapai skor sempurna pada kuis-kuis itu. Kadang-kadang seluruh tim yang mencapai kriteria tertentu dicantumkan dalam lembar itu.
Komponen STAD menurut Slavin (1995:71) adalah sebagai berikut:
a. Presentasi kelas
Presentasi kelas dalam STAD berbeda dari cara pengajaran yang biasa. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompok mereka. Siswa harus betul-betul memperhatikan presentasi ini karena dalam presentasi terdapat materi yang dapat membantu untuk mengerjakan kuis yang diadakan setelah pembelajaran.
b. Belajar dalam tim
Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, tiap kelompok terdiri dari 4-5 orang dimana mereka mengerjakan tugas yang diberikan. Jika ada kesulitan siswa yang merasa mampu membantu siswa yang kesulitan.
c. Tes individu
Setelah pembelajaran selesai ada tes individu (kuis).
d. Skor pengembangan individu
Skor yang didapatkan dari hasil tes selanjutnya dicatat oleh guru untuk dibandingkan dengan hasil prestasi sebelumnya. Skor tim diperoleh dengan menambahkan skor peningkatan semua anggota dalam 1 tim. Nilai rata-rata diperoleh dengan membagi jumlah skor penambahan dibagi jumlah anggota tim.
e. Penghargaan tim
Penghargaan didasarkan nilai rata-rata tim dimana dapat memotivasi mereka.
Kelebihan dalam penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD sebagai berikut:
Ø Mengembangkan serta menggunakan keterampilan berpikir kritis dan kerjasama kelompok.
Ø Menyuburkan hubungan antar pribadi yang positif diantara siswa yang berasal dari ras yang berbeda.
Ø Menerapkan bimbingan oleh teman.
Ø Menciptakan lingkungan yang menghargai nilai-nilai ilmiah.
Kelemahan dalam penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah sebagai berikut:
Ø Sejumlah siswa mungkin bingung karena belum terbiasa dengan perlakuan seperti ini.
Ø Guru pada permulaan akan membuat kesalahan-kesalahan dalam pengelolaan kelas. Akan tetapi usaha sungguh-sungguh yang terus menerus akan dapat terampil menerapkan model ini.
2. JIGSAW
Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins (Arends, 2001).
Teknik mengajar Jigsaw dikembangkan oleh Aronson et. al. sebagai metode Cooperative Learning. Teknik ini dapat digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, mendengarkan, ataupun berbicara. Dalam teknik ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja sama dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.
Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya (Arends, 1997). Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6 orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain (Arends, 1997).
Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, “siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan” (Lie, A., 1994).
Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain tentang topic pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-siswa itu kembali pada tim / kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli.
Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal.
Langkah-langkah dalam penerapan teknik Jigsaw adalah sebagai berikut :
Ø Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok terdiri dari 4 – 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda. Kelompok ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelompok asal menyesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dalam tipe Jigsaw ini, setiap siswa diberi tugas mempelajari salah satu bagian materi pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi pembelajaran yang sama belajar bersama dalam kelompok yang disebut kelompok ahli (Counterpart Group/CG). Dalam kelompok ahli, siswa mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama, serta menyusun rencana bagaimana menyampaikan kepada temannya jika kembali ke kelompok asal. Kelompok asal ini oleh Aronson disebut kelompok Jigsaw (gigi gergaji). Misal suatu kelas dengan jumlah 40 siswa dan materi pembelajaran yang akan dicapai sesuai dengan tujuan pembelajarannya terdiri dari 5 bagian materi pembelajaran, maka dari 40 siswa akan terdapat 5 kelompok ahli yang beranggotakan 8 siswa dan 8 kelompok asal yang terdiri dari 5 siswa. Setiap anggota kelompok ahli akan kembali ke kelompok asal memberikan informasi yang telah diperoleh atau dipelajari dalam kelompok ahli. Guru memfasilitasi diskusi kelompok baik yang ada pada kelompok ahli maupun kelompok asal.
Ø Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau dilakukan pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang telah didiskusikan.
Ø Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual.
Ø Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya.
Ø Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi pembelajaran.
Ø Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan Jigsaw untuk belajar materi baru maka perlu dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang runtut serta cukup sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
3. TGT (Teams-Game-Tournaments)
Teams Games-Tournaments (TGT) pada mulanya dikembangkan oleh David DeVries dan Keith Edwards. Dalam TGT, para siswa dikelompokkan dalam tim belajar yang terdiri atas empat orang yang heterogen. Guru menyampaikan pelajaran, lalu siswa bekerja dalam tim mereka untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran (Slavi, 2008). Secara umum, pembelajaran kooperatif tipe TGT memiliki prosedur belajar yang terdiri atas siklus regular dari aktivitas pembelajaran kooperatif. Games Tournament dimasukkan sebagai tahapan review setelah siswa bekerja dalam tim (sama dengan TPS).
Dalam TGT siswa memainkan game akademik dengan anggota tim lain untuk menyumbangkan poin bagi skor timnya. Siswa memainkan game ini bersama tiga orang pada “meja-turnamen”, di mana ketiga peserta dalam satu meja turnamen ini adalah para siswa yang memiliki rekor nilai pelajaran(Matematika) terakhir yang sama. Sebuah prosedur “menggeser kedudukan” membuat permainan ini cukup adil. Peraih rekor tertinggi dalam tiap meja turnamen akan mendapatkan 60 poin untuk timnya, tanpa menghiraukan dari meja mana ia mendapatkannya. Ini berarti bahwa mereka yang berprestasi rendah (bermain dengan yang berprestasi rendah juga) dan yang berprestasi tinggi (bermain dengan yang berprestasi tinggi) kedua-duanya memiliki kesempatan yang sama untuk sukses. Tim dengan tingkat kinerja tertinggi mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan tim lainnya.
TGT memiliki dimensi kegembiraan yang diperoleh dari penggunaan permainan. Teman satu tim akan saling membantu dalam mempersiapkan diri untuk permainan dengan mempelajari lembar kegiatan dan menjelaskan masalah-masalah satu sama lain, tetapi sewaktu siswa sedang bermain dalam game temannya tidak boleh membantu, memastikan telah terjadi tanggung jawab individual.
Permainan TGT berupa pertanyaan-pertanyaan yang ditulis pada kartu-kartu yang diberi angka. Tiap-tiap siswa akan mengambil sebuah kartu dan berusaha untuk menjawab pertanyaan yang sesuai dengan angka yang tertera. Turnamen ini memungkinkan bagi siswa untuk menyumbangkan skor-skor maksimal buat kelompoknya. Turnamen ini juga dapat digunakan sebagai review materi pelajaran.
Dalam Implementasinya secara teknis Slavin (2008) mengemukakan empat langkah utama dalam pembelajaran dengan teknik TGT yang merupakan siklus regular dari aktivitas pembelajaran, sebagai berikut:
Ø Step 1 : Pengajaran, pada tahap ini guru menyampaikan materi pelajaran.
Ø Step 2: Belajar Tim, para siswa mengerjakan lembar kegiatan dalam tim mereka untuk menguasai materi.
Ø Step 3: Turnamen, para siswa memainkan game akademik dalam kemampuan yang homogen, dengan meja turnamen tiga peserta (kompetisi dengan tiga peserta).
Ø Step 4: Rekognisi Tim, skor tim dihitung berdasarkan skor turnamen anggota tim, dan tim tersebut akan direkognisi apabila mereka berhasil melampaui homogen yang telah ditetapkan sebelumnya.
Sedangkan Pelaksanaan games dalam bentuk turnamen dilakukan dengan prosedur, sebagai berikut:
1. Guru menentukan nomor urut siswa dan menempatkan siswa pada meja turnamen (3 orang , kemampuan setara). Setiap meja terdapat 1 lembar permainan, 1 lbr jawaban, 1 kotak kartu nomor, 1 lbr skor permainan.
2. Siswa mencabut kartu untuk menentukan pembaca I (nomor tertinggi) dan yang lain menjadi penantang I dan II.
3. Pembaca I menggocok kartu dan mengambil kartu yang teratas.
4. Pembaca I membaca soal sesuai nomor pada kartu dan mencoba menjawabnya. Jika jawaban salah, tidak ada sanksi dan kartu dikembalikan. Jika benar kartu disimpan sebagai bukti skor.
5. Jika penantang I dan II memiliki jawaban berbeda, mereka dapat mengajukan jawaban secara bergantian.
6. Jika jawaban penantang salah, dia dikenakan denda mengembalikan kartu jawaban yang benar (jika ada).
7. Selanjutnya siswa berganti posisi (sesuai urutan) dengan prosedur yang sama.
8. Setelah selesai, siswa menghitung kartu dan skor mereka dan diakumulasi dengan semua tim.
9. Penghargaan sertifikat, Tim Super untuk kriteria atas, Tim Sangat Baik (kriteria tengah), Tim Baik (kriteria bawah).
10. Untuk melanjutkan turnamen, guru dapat melakukan pergeseran tempat siswa berdasarkan prestasi pada meja turnamen.
Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran TGT
Setiap model pembelajaran memiliki karakteristik yang menjadi penekanan dalam proses implementasinya dan sangat mendukung ketercapaian tujuan pembelajaran. Secara psikologis, lingkungan belajar yang diciptakan guru dapat direspon beragama oleh siswa sesuai dengan modalitas mereka. Dalam hal ini, pembelajaran kooperatif dengan teknik TGT, memiliki keunggulan dan kelemahan dalam implementasinya terutama dalam hal pencapaian hasil belajar dan efek psikologis bagi siswa.
Slavin (2008), melaporkan beberapa laporan hasil riset tentang pengaruh pembelajaran kooperatif terhadap pencapaian belajar siswa yang secara inplisit mengemukakan keunggulan dan kelemahan pembelajaran TGT, sebagai berikut:
Ø Para siswa di dalam kelas-kelas yang menggunakan TGT memperoleh teman yang secara signifikan lebih banyak dari kelompok rasial mereka dari pada siswa yang ada dalam kelas tradisional.
Ø Meningkatkan perasaan/persepsi siswa bahwa hasil yang mereka peroleh tergantung dari kinerja dan bukannya pada keberuntungan.
Ø TGT meningkatkan harga diri sosial pada siswa tetapi tidak untuk rasa harga diri akademik mereka.
Ø TGT meningkatkan kekooperatifan terhadap yang lain (kerja sama verbal dan nonberbal, kompetisi yang lebih sedikit)
Ø Keterlibatan siswa lebih tinggi dalam belajar bersama, tetapi menggunakan waktu yang lebih banyak.
Ø TGT meningkatkan kehadiran siswa di sekolah pada remaja-remaja dengan gangguan emosional, lebih sedikit yang menerima skors atau perlakuan lain.
Sebuah catatan yang harus diperhatikan oleh guru dalam pembelajaran TGT adalah bahwa nilai kelompok tidaklah mencerminkan nilai individual siswa. Dengan demikian, guru harus merancang alat penilaian khusus untuk mengevaluasi tingkat pencapaian belajar siswa secara individual.
4. TAI (TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION)
Model pembelajaran kooperatif tipe TAI merupakan model pembelajaran yang membentuk kelompok kecil yang heterogen dengan latar belakang cara berfikir yang berbeda untuk saling membantu terhadap siswa lain yang membutuhkan bantuan (Suyitno,2002:9). Dalam model ini, diterapkan bimbingan antar teman yaitu siswa yang pandai bertanggung jawab terhadap siswa yang lemah. Disamping itu dapat meningkatkan partisipasi siswa dalam kelompok kecil. Siswa yang pandai dapat mengembangkan kemampuan dan keterampilannya, sedangkan siswa yang lemah dapat terbantu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.
Model pembelajaran kooperatif tipe TAI memiliki 8 (delapan) komponen, yaitu:
a. Teams, yaitu pembentukan kelompok heterogen yang terdiri atas 4 sampai 6 siswa.
b. Placement test, yakni pemberian pre-tes kepada siswa atau melihat rata-rata nilai harian siswa agar guru mengetahui kelemahan siswa dalam bidang tertentu.
c. Student Creative, melaksanakan tugas dalam suatu kelompok dengan menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya.
d. Team Study, yaitu tahapan tindakan belajar yang harus dilaksanakan oleh kelompok dan guru memberikan bantuan secara individual kepada siswa yang membutuhkannya.
e. Team Scores and Team Recognition, yaitu pemberian skor terhadap hasil kerja kelompok dan memberikan criteria penghargaan terhadap kelompok yang berhasil secara cemerang dan kelompok yang dipandang kurang berhasil dalam menyelesaikan tugas.
f. Teaching Group, yakni pemberian materi secara singkat dari guru menjelang pemberian tugas kelompok.
g. Facts Test, yaitu pelaksanaan tes-tes kecil berdasarkan fakta yang diperoleh siswa.
h. Whole Class Units, yaitu pemberian materi oleh guru kembali di akhir waktu pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah
5. CIRC (COOPERATIFE INTEGRATED READING AND COMPOSITION)
CIRC singkatan dari Cooperative Integrated Reading and Compotition, termasuk salah satu model pembelajaran cooperative learning yang pada mulanya merupakan pengajaran kooperatif terpadu membaca dan menulis (Steven dan Slavin dalam Nur, 2000:8) yaitu sebuah program komprehensif atau luas dan lengkap untuk pengajaran membaca dan menulis untuk kelas-kelas tinggi sekolah dasar. Namun, CIRC telah berkembang bukan hanya dipakai pada pelajaran bahasa tetapi juga pelajaran eksak seperti pelajaran matematika.
Dalam model pembelajaran CIRC, siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen, yang terdiri atas 4 atau 5 siswa. Dalam kelompok ini tidak dibedakan atas jenis kelamin, suku/bangsa, atau tingkat kecerdasan siswa. Jadi, dalam kelompok ini sebaiknya ada siswa yang pandai, sedang atau lemah, dan masing-masing siswa merasa cocok satu sama lain. Dengan pembelajaran kooperatif, diharapkan para siswa dapat meningkatkan cara berfikir kritis, kreatif dan menumbuhkan rasa sosial yang tinggi.
a. Komponen-komponen dalam pembelajaran CIRC
Model pembelajaran CIRC menurut Slavin dalam Suyitno (2005: 3-4) memiliki delapan komponen. Kedelapan komponen tersebut antara lain:
Ø Teams, yaitu pembentukan kelompok heterogen yang terdiri atas 4 atau 5 siswa;
Ø Placement test, misalnya diperoleh dari rata-rata nilai ulangan harian sebelumnya atau berdasarkan nilai rapor agar guru mengetahui kelebihan dan kelemahan siswa pada bidang tertentu;
Ø Student creative, melaksanakan tugas dalam suatu kelompok dengan menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya;
Ø Team study, yaitu tahapan tindakan belajar yang harus dilaksanakan oleh kelompok dan guru memberika bantuan kepada kelompok yang membutuhkannya;
Ø Team scorer and team recognition, yaitu pemberian skor terhadap hasil kerja kelompok dan memberikan criteria penghargaan terhadap kelompok yang berhasil secara cemerlang dan kelompok yang dipandang kurang berhasil dalam menyelesaikan tugas;
Ø Teaching group, yakni memberikan materi secara singkat dari guru menjelang pemberian tugas kelompok;
Ø Facts test, yaitu pelaksanaan test atau ulangan berdasarkan fakta yang diperoleh siswa;
Ø Wholeclass units, yaitu pemberian rangkuman materi oleh guru di akhir waktu pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah.
b. Kegiatan pokok pembelajaran CIRC
Kegiatan pokok dalam CIRC untuk menyelesaikan soal pemecahan masalah meliputi rangkaian kegiatan bersama yang spesifik, yaitu:
1. Salah satu anggota atau beberapa kelompok membaca soal,
2. Membuat prediksi atau menafsirkan isi soal pemecahan masalah, termasuk menuliskan apa yang diketahui, apa yang ditanyakan dan memisalkan yang ditanyakan dengan suatu variabel,
3. Saling membuat ikhtisar/rencana penyelesaian soal pemecahan masalah
4. ,Menuliskan penyelesaian soal pemecahan masalah secara urut, dan
5. Saling merevisi dan mengedit pekerjaan/penyelesaian (Suyitno,2005:4).
c. Penerapan model pembelajaran CIRC
Penerapan model pembelajaran CIRC untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dapat ditempuh dengan:
1. Guru menerangkan suatu pokok bahasan matematika kepada siswa, pada penelitian ini digunakan LKS yang berisi materi yang akan diajarkan pada setiap pertemuan
2. Guru memberikan latihan soal
3. Guru siap melatih siswa untuk meningkatkan keterampilan siswanya dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah melalui penerapan model CIRC
4. Guru membentuk kelompok-kelompok belajar siswa yang heterogen
5. Guru mempersiapkan soal pemecahan masalah dalam bentuk kartu masalah dan membagikannya kepada setiap kelompok
6. Guru memberitahukan agar dalam setiap kelompok terjadi serangkaian kegiatan bersama yang spesifik
7. Setiap kelompok bekerja berdasarkan kegiatan pokok CIRC. Guru mengawasi kerja kelompok
8. Ketua kelompok melaporkan keberhasilan atau hambatan kelompoknya
9. Ketua kelompok harus dapat menetapkan bahwa setiap anggota telah memahami, dan dapat mengerjakan soal pemecahan masalah yang diberikan
10. Guru meminta kepada perwakilan kelompok untuk menyajikan temuannya
11. Guru bertindak sebagai nara sumber atau fasilitator
12. Guru memberikan tugas/PR secara individual
13. Guru membubarkan kelompok dan siswa kembali ke tempat duduknya
14. Guru mengulang secara klasikal tentang strategi penyelesaian soal pemecahan masalah
15. Guru memberikan kuis
d. Kelebihan model pembelajaran CIRC
Secara khusus, Slavin dalam Suyitno (2005:6) menyebutkan kelebihan model pembelajaran CIRC sebagai berikut:
1. CIRC amat tepat untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah
2. Dominasi guru dalam pembelajaran berkurang
3. Siswa termotivasi pada hasil secara teliti, karena bekerja dalam kelompok
4. Para siswa dapat memahami makna soal dan saling mengecek pekerjaannya
5. Membantu siswa yang lemah
6. Meningkatkan hasil belajar khususnya dalam menyelesaikan soal yang berbentuk pemecahan masalah
6. Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT)
Model NHT merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri atas empat tahap yang digunakan untuk mereview fakta-fakta dan informasi dasar yang berfungsi untuk mengatur interaksi siswa. Model pembelajaran ini juga dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang tingkat kesulitannya terbatas.
Struktur NHT sering disebut berpikir secara kelompok. NHT digunakan untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.
NHT sebagai model pembelajaran pada dasarnya merupakan sebuah variasi diskusi kelompok. Adapun ciri khas dari NHT adalah guru hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili kelompoknya. Dalam menujuk siswa tersebut, guru tanpa memberi tahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompok tersebut. Menurut Muhammad Nur (2005:78), dengan cara tersebut akan menjamin keterlibatan total semua siswa dan merupakan upaya yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab individual dalam diskusi kelompok. Selain itu model pembelajaran NHT memberi kesempatan kepada siswa untuk membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat.
Dengan adanya keterlibatan total semua siswa tentunya akan berdampak positif terhadap motivasi belajar siswa. Siswa akan berusaha memahami konsep-konsep ataupun memecahkan permasalahan yang disajikan oleh guru seperti yang diungkapkan oleh Ibrahim, dkk (2000:7) bahwa dengan belajar kooperatif akan memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademik penting lainnya serta akan memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademis.
Adapun tahapan dalam pembelajan NHT antara lain yaitu penomoran, mengajukan pertanyaan, berfikir bersama, dan menjawab (Nur, 2005:79; Ibrahim, dkk, 2000:27-28; Nurhadi, dkk, 2003:67).
Ø Tahap 1: Penomoran
Guru membagi siswa ke dalam kelompok beranggotakan 3-5 orang dan setiap anggota kelompok diberi nomor 1-5.
Ø Tahap 2: Mengajukan pertanyaan
Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi. Pertanyaan dapat spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya atau bentuk arahan.
Ø Tahap 3: Berpikir bersama
Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban itu.
Ø Tahap 4: Menjawab
Guru memanggil siswa dengan nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba untuk menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.
Adapun langkah-langkah pembelajaran NHT adalah:
a. Pendahuluan
Fase 1: Persiapan
1) Guru melakukan apersepsi
2) Guru menjelaskan tentang model pembelajaran NHT
3) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
4) Guru memberikan motivasi
b. Kegiatan inti
Fase 2: Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe NHT
· Tahap pertama
1) Penomoran: Guru membagi siswa dalam kelompok yang beranggotakan 4 orang dan kepada setiap anggota diberi nomor 1-4.
2) Siswa bergabung dengan anggotanya masing-masing
· Tahap kedua
Mengajukan pertanyaan: Guru mengajukan pertanyaan berupa tugas untuk mengerjakan soal-soal di LKS
· Tahap ketiga
Berpikir bersama: Siswa berpikir bersama dan menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan dalam LKS tersebut dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban tersebut
· Tahap keempat
1) Menjawab: Guru memanggil siswa dengan nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba untuk menjawab pertanyaan atau mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya untuk seluruh kelas. Kelompok lain diberi kesempatan untuk berpendapat dan bertanya terhadap hasil diskusi kelompok tersebut.
2) Guru mengamati hasil yang diperoleh masing-masing kelompok dan memberikan semangat bagi kelompok yang belum berhasil dengan baik. Guru memberikan soal latihan sebagai pemantapan terhadap hasil dari pengerjaan LKS.
c. Penutup
Fase 3: penutup
1) Siswa bersama guru menyimpulkan materi yang telah diajarkan.
2) Guru memberikan tugas rumah
3) Guru mengingatkan siswa untuk mempelajari kembali materi yang telah diajarkan dan materi selanjutnya.
7. GI (Group Investigation / Investigasi Kelompok)
GI (Group Investigation / Investigasi kelompok) mungkin merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling kompleks dan paling sulit untuk diterapkan. Model ini dikembangkan pertama kali oleh Thelan. Berbeda dengan STAD dan jigsaw, siswa terlibat dalam perencanaan baik topik yang dipelajari maupun bagaimana jalannya penyelidikan mereka. Pendekatan ini memerlukan norma dan struktur kelas yang lebih rumit daripada pendekatan yang lebih terpusat pada guru.
Group Investigationn merupakan salah satu bentuk model pembelajaran kooperatif yang menekankan pada partisipasidan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia, misalnya dari buku pelajaran atau siswa dapat mencari melalui internet. Siswa dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Tipe ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok. Model Group Investigation dapat melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri. Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.
Dalam metode Group Investigation terdapat tiga konsep utama, yaitu: penelitian atau enquiri, pengetahuan atau knowledge, dan dinamika kelompok atau the dynamic of the learning group, (Udin S. Winaputra, 2001:75). Penelitian di sini adalah proses dinamika siswa memberikan respon terhadap masalah dan memecahkan masalah tersebut. Pengetahuan adalah pengalaman belajar yang diperoleh siswa baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan dinamika kelompok menunjukkan suasana yang menggambarkan sekelompok saling berinteraksi yang melibatkan berbagai ide dan pendapat serta saling bertukar pengalaman melaui proses saling beragumentasi.
Slavin (1995) dalam Siti Maesaroh (2005:28), mengemukakan hal penting untuk melakukan metode Group Investigation adalah:
1. Membutuhkan Kemampuan Kelompok.
Di dalam mengerjakan setiap tugas, setiap anggota kelompok harus mendapat kesempatan memberikan kontribusi. Dalam penyelidikan, siswa dapat mencari informasi dari berbagai informasi dari dalam maupun di luar kelas.kemudian siswa mengumpulkan informasi yang diberikan dari setiap anggota untuk mengerjakan embar kerja.
2. Rencana Kooperatif.
Siswa bersama-sama menyelidiki masalah mereka, sumber mana yang mereka butuhkan, siapa yang melakukan apa, dan bagaimana mereka akan mempresentasikan proyek mereka di dalam kelas.
3. Peran Guru.
Guru menyediakan sumber dan fasilitator. Guru memutar diantara kelompok-kelompok memperhatikan siswa mengatur pekerjaan dan membantu siswa mengatur pekerjaannya dan membantu jika siswa menemukan kesulitan dalam interaksi kelompok.
Para guru yang menggunakan metode GI umumnya membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5 sampai 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen, (Trianto, 2007:59). Pembagian kelompok dapat juga didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu. Selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidiki, melakukan penyelidikan yang mendalam atas topik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan mempresentasikan laporannya di depan kelas.
Langkah-langkah penerapan metode Group Investigation, (Kiranawati (2007), dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Seleksi topic
Para siswa memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah masalah umum yang biasanya digambarkan lebih dulu oleh guru. Para siswa selanjutnya diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented groups) yang beranggotakan 2 hingga 6 orang. Komposisi kelompok heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik maupun kemampuan akademik.
2. Merencanakan kerjasama
Para siswa bersama guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih dari langkah 1 diatas.
3. Implementasi
Para siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah 2. pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan keterampilan dengan variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan.
4. Analisis dan sintesis
Para siswa menganalisis dan mensintesis berbagai informasi yang diperoleh pada langkah 3 dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas.
5. Penyajian hasil akhir
Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari agar semua siswa dalam kelas saling terlibat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut. Presentasi kelompok dikoordinir oleh guru.
6. Evaluasi
Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok, atau keduanya.
Tahapan-tahapan kemajuan siswa di dalam pembelajaran yang menggunakan metode Group investigation untuk lebih jelasnya dapat dilihat , (Slavin, 1995) dalam Siti Maesaroh (2005:29-30):
Enam Tahapan Kemajuan Siswa di dalam Pembelajaran Kooperatif dengan Metode Group Investigation
v Tahap I
Mengidentifikasi topik dan membagi siswa ke dalam kelompok. Guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk memberi kontribusi apa yang akan mereka selidiki. Kelompok dibentuk berdasarkan heterogenitas.
v Tahap II
Merencanakan tugas. Kelompok akan membagi sub topik kepada seluruh anggota. Kemudian membuat perencanaan dari masalah yang akan diteliti, bagaimana proses dan sumber apa yang akan dipakai.
v Tahap III
Membuat penyelidikan. Siswa mengumpulkan, menganalisis dan mengevaluasi informasi, membuat kesimpulan dan mengaplikasikan bagian mereka ke dalam pengetahuan baru dalam mencapai solusi masalah kelompok.
v Tahap IV
Mempersiapkan tugas akhir. Setiap kelompok mempersiapk an tugas akhir yang akan dipresentasikan di depan kelas.
v Tahap V
Mempresentasikan tugas akhir. Siswa mempresentasikan hasil kerjanya. Kelompok lain tetap mengikuti.
v Tahap VI
Evaluasi. Soal ulangan mencakup seluruh topik yang telah diselidiki dan dipresentasikan.
Kelebihan Metode Group Investigasi
1. Pembelajaran berpusat pada siswa, guru hanya bertindak sebagai fasilitator atau konsultan sehingga siswa berperan aktif dalam pembelajaran.
2. Pembelajaran yang dilakukan membuat suasana saling bekerjasama dan berinteraksi antar siswa dalam kelompok tanpa memandang latar belakang,
3. Setiap siswa dalam kelompok memadukan berbagai ide dan pendapat, saling berdiskusi dan beragumentasi dalam memahami suatu pokok bahasan serta memecahkan suatu permasalahan yang dihadapi kelompok.
4. Siswa dilatih untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi, semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari, semua siswa dalam kelas saling terlihat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut.
5. Adanya motivasi yang mendorong siswa agar aktif dalam proses belajar mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar